Friday, May 15, 2015

Tuhan, Dosaku Menggunung Tinggi

Air Mata Ini Sangat Sulit Untuk Aku Torehkan Di  Waktu Agung Sepertiga Malam-Mu Hingga Subuh Menjemput. Sukma Ini Seakan Melayang Entah Kemana. Bahkan Untuk Mengenal Diripun Aku Tak Sanggup. Aku Tak Tahu Aku Ini Siapa, Tuhan. Benarkah Aku Seorang Manusia ? Benarkah Aku Seorang Hamba yang Tunduk Pada Tuhannya ?Benarkah Aku Seorang Umat yang Patuh Pada Utusan-Mu ? 
Seringkali Aku Bertindak Sebagai Tuhan. Mengkafirkan Diri, Mengkafirkan Orang Lain. Mencemooh, Memaki Atas Nama Kebaikan dan Kebenaran. Entah Itu Kebaikan dan Kebenaran yang Haq Atau Dalam Pandangan Sendiri.

Tuhanku... Sungguh Aku Tidak Tahu, Aku Ini Siapa ? Raga Ini kering Kerontang. Jiwa Dahaga. Laksana Seorang di Padang Pasir yang Merindukan Oase Di tengah-Tengahnya. Aku Tak Tahu Apakah Aku Orang Beriman Atau Berislam. Ach... Jangankan Itu. Arti Iman dan Islampun Seringkali Aku Tak Tahu.

Orang Buta. Ya Itulah Aku. Kalam-Mu Seringkali Aku Baca dan Memaknainya. Tak Tertinggal, Hadis Rasul-Mu pun Jua. Dan Ayat-Ayat Kauniyah-Mu. Tapi... Tak Jarang, Aku Selalu Berbuat Keji. Kepada Siapapun yang Memiliki Hati. Bahkan Kepada Engkau, Tuhan... Aku Berani Menantang Kehendak-Mu. Kehendak Suci-Mu yang Akal Fikiran dan Hati Ini Tak Mampu Menerjemahkan.

Namun Tuhanku... Aku Tahu, Kau Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Kau Adalah Maha Lembut. Kau Adalah Maha Agung Dan Kau Adalah Maha Pengampun. Kekuasaan-Mu Tiada Batasnya. Keaguangan-Mu Sangatlah Luas. Hamba Mohon Ya Ghofur... Hamba Mohon... Berikanlah Pengampunan Atas Dirku yang Hina Ini. Atas Segala Dosa yang Pernah Aku Perbuat. Atas Dosaku yang Menggunung Tinggi.

Dan Hamba Memohon Ya Rahman... Ya Rahiim... Untuk Rahmat-mu Atas Diriku yang Dahaga Ini. Atas Jiwaku yang Kehilangan Arah Tujuan. Atas Raga yang Seringkali Berbuat Mungkar. Sungguh !! Aku Percaya. Bahwasannya Pengampunan-Mu dan Rahmat-Mu Tiada Bertepi.

_____________________
Reynando. A. Z
Sidoarjo, 6 Oktober 2011

Thursday, May 14, 2015

Symphony Pagi


Lautan Terhampar Luas
Memenuhi Dataran Bumi Membiru
Langit Berputar-Putar
Diantara Kembang Setaman

Alhamdulillah...
Fajar Masih Merekah
Di Ufuk Timur
Cahayanya Membias Mengangkasa

Sang Angin Berlalu Lalang
Di Tengah Pagi Cerah Nan Rupawan
Embun Menggihap
Dan Lekas Menghilang Kala Mentari Datang

Menembus Karang
Menerobos Bebatuan
Menetapkan Hati Lebih Kua
Daripada Baja

Meluruskan Niat
Membersihkan Diri
Dari Najis yang Menyelimuti
Hari Ke Hari

Pancaran Aura Semakin Kuat
Laksana Tiada Satupun Penghalang
Karat Karat Merekat
Habislah Sudah Terbuang

Bismillahirrahmanirrahiim...
Aku Kembali Melangkah
Mengukir Sejarah
Dengan Berdialektika


Reynando. A. Z
Sidoarjo, 8 Oktober 2011

Wednesday, May 13, 2015

Aku... Pelacur Penyair


Coba Kalian Dengar Keluhanku Diantara Syair yang Aku Susun

Bukankah Kebaikan Itu Milik Tuhan ? Bukankah Surga dan Neraka Itu Milik-Nya ? Bukankah Kebenaran Itu Juga ?

Aku seakan telanjang, mendengar hardik, caci-maki kata-kata yang keluar dari lisanmu. Terbersit sebuah tanya. Siapakah engkau ? Tuhankah ? Hakim Agungkah yang memimpin pengadilan di padang mahsyar ?

Coba Kalian Dengar Keluhanku Diantara Sajak yang Aku Himpun

Bukankah Kita adalah Saudara ? Bukankah Tali Persaudaraan Itu Agung ? Bukankah Tuhan menciptakan berbangsa-bangsa ?

Lantas, mengapa kau gunjing perbedaan yang ada pada diri kita ? Mengapa engkau tak suka bila aku berbeda ? Sedang Tuhan menciptakkan aku tak sama denganmu. Lalu mengapa kau jauhi aku ? Apakah karena aku ini orang yang najis ? Apakah aku ini adalah orang yang kotor ? Hingga tersenyumpun tak kau layangkan padaku. Mengapa engkau tetap menyalahkan aku ? Mengapa tak kau salahkan Tuhan saja yang menciptakan perbedaan diantara kita. Sesungguhnya, aku juga mau menjadi orang sepertimu. Orang bersih tanpa cacat sekalipun.

Coba Kalian Dengar Keluhanku Diantara Kiasan Kata yang Aku Rajut

Bukankah engkau hamba Tuhan ? Bukankah engkau makhluk mulia ? Bukankah engkau juga membutuhkan sandang, pangan, dan papan ?

Aku sama spertimu. Aku juga manusia. Aku juga hamba Tuhan. Dan aku juga membutuhkan sandang, pangan, dan papan. Hanya saja engkau lebih mudah mendapatkan segalanya daripada aku. Sedang aku ? Aku harus mengamen, aku harus menjadi buruh, aku harus rela bermandikan hujan dan panas matahari dari pagi hingga fajar menghilang demi sesuap nasi untuk anak dan istriku. Bukannya aku tak ingin untuk menikmati kehidupan seperti kehidupanmu, namun aku tak punya pilihan lain. Aku adalah korban dari mereka-mereka yang menyuap demi sebuah pekerjaan. Pernah suatu kali aku ditendang dari perusahaan karena tak mampu memenuhi apa yang mereka minta. Padahal aku memiliki kemampuan.

Coba Kalian Dengar Keluhanku Diantara Luka yang Semakin Dalam

Terpaksa.... Terpaksa... Terpaksa.... Aku harus melakukan ini. Aku harus melakukan pekerjaan hina ini. Aku harus ambil jalan ini. Untuk melacurkan diri dalam sebuah syair.

Aku... Pelacur Penyair


Reynando. A. Z
Sidoarjo, 12 Oktober 2011

Friday, May 8, 2015

Tangisanku...

Senja telah berganti. Malam kini merajai hari. Cahaya mentari tak tampak di peraduannya. Di balik cakrawala dia bersembunyi. Sayu-sayu suara angin membisiki telingaku. Hendak mengabarkan sesuatu. Tentang berita hati yang tak kunjung sembuh. Akan luka teriris dahulu. Masih terasa letih. Lelah jiwa merajai. Tak kuasa berjalan sendiri.l Di jalan kehidupan yang aku pilih.

Ya Allah Ya Rabb... Engkau yang menggenggam sukmaku dalam kekuasaan-Mu. Engkau yang menggenggam seluruh kehidupanku dalam keperkasaan-Mu. Di sela-sela maghrib-Mu aku menangis menghadap kepada-Mu. Sungguh hina diri ini. Sungguh buta aku ini. Sungguh nestapa arah tujuan tanpa adanya engkau. Aku tak mampu berjalan ke depan. Pincang kaki membuat raga tak utuh kembali. Merasakan hati terkoyak, sangatlah sakit tanpa sebab.

Ya Allah Ya Rabb... Lindungilah Hamba dari cengkeraman syaithan. Lindungilah hamba, kuatkan batin hamba, kuatkan raga hamba, kuatkan jiwa hamba, kuatkan fikiran hamba, yang mudah roboh tergerus oleh angin zaman.

Ya Allah Ya Rabb... Engkau yang Maha Kasih dan Maha Penyayang. Engkau yang menciptakan kami berpasang-pasang. Engkau yang menjadikan ikatan-ikatan suci pernikahan. Hamba memohon Tuhanku dalam tangisku. Hamba memohon kebijaksanaan-Mu yang begitu agung itu. Hati ini tak kuasa menahan candu. Candu yang selama ini merusak kehidupanku. Candu yang selama ini merusak alam fikiranku. Kepada senyuman manis itu. Kepada jiwa bersih itu. Aku terpaut. Aku terlena. Aku terbawa. Hingga akhirnya aku kembali kepada jurang gelap kehidupan manusia.

Ya Allah Ya Rabb... Rahasia apa yang ingin engkau ajarkan kepada hamba ? Apa yang engkau sembunyikan hingga akhirnya engkau menautkan rasaku kepadanya ?

Ya Allah Ya Rabb... Dalam kebingunganku aku sembahkan tangisanku kepada-Mu. Memohon ampun atas segala kesalahanku. Dan kembali kepada jalan yang engkau tetapkan kebenarannya.


Reynando. A. Z
Sidoarjo, 15 Oktober 2011

Thursday, May 7, 2015

Terbersit Untuk Pulang

Daun-daun berguguran. Menghempas luas di pelataran gubuk kecil. Nyanyian alam bergemuruh. Mengguncang diri untuk mati. Terhuyung. Berjalan tanpa arah. Melewati kerikil tajam. Hidup seperti sampah. Terkulai lemas bersama darah dan nanah.

Sepertinya hancur. Semua bangunan itu telah luluh lantak. Disapu gelombang zaman. Utara, barat, timur, selatan. Tak kudapati gundukan tanah diantara bangunan megah. Telah hilang kepingan-kepingan harapan. Menjadi satu kesatuan dengan kenestapaan. Lebam kulitku beradu dengan waktu.

Tolonglah aku... Tolonglah aku... Aku adalah orang lemah tanpa daya. Aku adalah sebatang lidi kecil tanpa kawan. Aku adalah kesedihan berkepanjangan. Dalam kesunyian malam di sudut terpencil sebuah ruang. Hanya tergambar siluet diriku.

Bahkan untuk bercermin, aku harus menutupi wajah ini dengan sebuah kain. Aku malu. Aku takut. Aku gemetar melihat sosok yang terpantul dalam cermin itu.

Wednesday, May 6, 2015

Aku Tak Ingin Lagi Menuntut Ilmu !!!

Ibu… ijinkan aku menangis dipangkuanmu. Ijinkan aku menumpahkan keluh kesahku. Ijinkan aku meluapkan gundah gulanaku. Atas ketidakadilan ini. Atas keidakbenaran ini.

Ibu… aku benar-benar lelah. Aku benar-benar bosan untuk menuntut ilmu. Aku sangat bosan untuk menjadi orang yang berilmu. Biarkan aku menjadi pengamen di jalanan saja. Biarkan aku menjadi pengais sampah. Atau biarkan aku banting tulang untuk menggantikan posisimu ibu…

Ibu… tiada guna aku menuntut ilmu. Tiada guna aku menjadi orang yang berilmu bila guru, ustadzku sering mengolok aku sebagai orang yang “bodoh”. Aku sangat bosan mendengar cemoohan itu masuk di telinga kananku. Hanya karena aku tidak bisa mengikuti apa yang guru, ustadzku sampaikan. Hanya karena aku tidak mampu melakukan apa yang guru, ustadku ajarkan. Hingga aku di beri label si dungu oleh kawan-kawanku.

Thursday, April 30, 2015

Istriku

Assalamu'alaikum... Bagaimana kabarmu duhai istriku ? Embun pagi bersahaja menyambutmu riang gembira ketika engkau melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Aku senang melihat rona bahagia di wajahmu bersinar. Subhanallah... engkau laksana bidadari istriku.

Istriku... Ada semilir kesejukan menelusup. Aku melihat keajaiban di depan mataku. Seorang malaikat utusan illah datang dalam satu atap untuk hidup bersamaku. Melihatmu menggendong anak kita penuh kasih sayang adalah suatu hal yang sangat aku senangi. Alhamdulillah... dalam batin ini aku berdzikir dan mengucap syukurku pada Illah.

Istriku... Teramat bahagia telah memperistri dirimu. Engkau yang selalu menjaga kehormatanmu, tidak mengumbar kata-kata kepada laki-laki lain, menutup aurat, dan taat pada suami. Entah balasan apa yang pantas engkau terima. Sebongkah berlian mungkin tidak akan mampu membayar budi luhurmu itu.


Istriku... Ketika bercumbu denganmu, kurasakan desiran angin membelai halus diriku. Aku teramat bingung, Bagaimanakah aku harus mengungkapkan rasa cintaku padamu ? Sungguh... orang sepertimulah yang selalu aku dambakan. Maka ijinkanlah aku untuk tetap bersamamu. Menghabiskan waktu sesuai dengan jalan yang ditetapkan-Nya.


Istriku... Engkau selalu ada sisiku. Engkau selalu menghibur dengan suara manjamu ketika aku dalam duka. Engkau selalu menyapa ketika aku dalam keadaan susah. Dan tak pernah aku dapati engkau bersedih hati. Walau aku tahu, sebenarnya engkau memiliki jutaan masalah yang belum mampu engkau selesaikan. Ketegaranmu itulah istriku yang membuat aku selalu menyayangimu, mencintaimu, dan mengabdikan diri untuk membahagiakanmu sampai akhir hayat.


Reynando. A. Z
Sidoarjo, 26 Oktober 2011

Wednesday, April 29, 2015

Akhir Perjalanan

Melangkah dan terus melangkah. Melangkah tanpa memperdulian kerikil-kerikil di jalan. Melangkah maju menembus ruang dan waktu. Melangkah demi sesuatu tujuan tertentu. Melangkah seperti detakan jantung tiada henti. Melangkah seperti hembusan nafas. Melangkah tanpa melihat ke samping kanan maupun kiri. Melangkah tanpa menghiraukan apa-apa yang akan terjadi.

Kemudian terdiam. Terdiam untuk sesaat. Terdiam karena adanya ganjalan. Terdiam dalam hening atau keramaian. Terdiam seribu bahasa. Terdiam tak berkutik. Terdiam karena resah menumpuk. Terdiam seperti batu di jalan. Terdiam menjelma menjadi hening malam. Terdiam bagai langit tanpa bintang dan bulan. Terdiam tanpa cerah cahaya. Terdiam kemudian meneteskan air mata.

Aku hilang arah. Aku tak bisa melangkah. Kebingungan menghantuiku. Rasa takut semakin merajai namun aku tak pernah tahu apa yang aku takutkan. Aku tak mampu bersanding di dahan pohon atau bangunan beton sekalipun. Serasa kaki ini mati. Mata buram. Telinga berdengung. Raga melemah. Jiwa tak tahu harus kemana.

Ya Allah...
Aku ingin kembali kepada-Mu
Ya Rasul...
Aku ingin mengikuti jejakmu



Reynando. A. Z
Sidoarjo, 29 Oktober 2011

Tuesday, April 28, 2015

Kala Cinta Itu Bersemi

Jari-jemariku berhenti menari. Tanganku mulai keluh menuliskan aksara-aksara menjadi sebuah kisah. Ketika cinta itu kembali bersemi, peraduan sepi menghilang bagai jejak di hempaskan sang angin. Gelegar petir merontokkan segala rasa duka, menempel hingga sanubari. Keluh dan peluh terobati. Berganti cerah cahaya pelangi.

Bunga-bunga taman merekah, menyambut kedatangan suatu  rasa agung dari sang Maha Agung. Mawar, Melati, Anggrek, Edelweiss. Semuanya berbahagia. Memancarkan satu aroma. Merasuk, menenangkan galau sukma laksana letusan gunung tiada henti.

Angin malam. Mohon sampaikan pesanku kepada seseorang nan jauh disana. Kepada seseorng yang mengikat segala rasaku dengan senyuman penuh kelembutan. Kepada seseorang yang memilih jalan Tuhan daripada jalan Syaithan. Kepada seseorang yang mampu mengalahkan keegoan. Kepada dia, aku ingin bertandang dan meyapa.

Sehari aku menatap matanya bagai oase di penghujung padang pasir gersang. Gemuruh ombak sekan menjadi nyanyian, menyapa halus di kedua telingaku. Ketika dia menyuguhkan sebuah senyuman, hatiku bagai dialiri oleh sungai jernih tanpa satupun kekeruhan. Menaungi makhluk kecil di dalamnya.

Namun apalah daya. Aku hanya seonggok sampah tercecer di pinggir jalan. Tak perlu berharap untuk selalu bisa berdiri tegak sendiri. Terombang-ambing kesana kemari mengikuti arah angin kemana dia akan pergi. Begitulah. Mengharap belas kasih dari para pemulung yang tak enggan memungutku.

Hanya dapat berdo'a kepada Tuhan...

Tuhan... Ajari aku untuk mengartikan setiap laku, ucapan, dan suara hati yang berbisik kepadaku. Menjadikannya sebuah anugerah penggugah cermin-cermin retak. Pasrahku kepada-Mu, Tuhan. Kepada Engkau pemilik Cinta Hakiki.


Reynando. A. Z
Sidoarjo, 27 Oktober 2011

Monday, January 12, 2015

Seteguh Hati Gadis Di Balik Hujan

Aku mengenalmu bagaikan karang di lautan yang tiada satupun dataran untuk berlabuhnya kapal. Berhadapan dengan ombak dan angin laut yang terus menerus menghantam tiada henti di kala hari telah menampakkan terik mentari, menyengat di setiap pori kulit.

Besarnya harapan kepada satu titik kebaikan yang tertuang di dalam wadah Illahiah telah kau tumbuhkan menjadi akar yang sangat kuat untuk menopang arah langkah kakimu menuju cita-cita abadi membahagiakan orang yang kau cinta.

Kedua tanganmu tak lepas untuk bermunajat sendu, mengharap kebaikan kepada kedua orang tua tercinta. Seraya sujud menghantarkan sedikit demi sedikit alunan nada do’a terucap.

Dedaunan menari menyambut senyummu yang selalu mengembang di kala semua harapan menjadi berhamburan, berserakan hingga kau sendiri tak mampu unuk memungutnya. Senyum tulus dari dalamnya hati yang terbungkus indah dengan iman dan pengharapan kepada Tuhan yang Esa.

Seakan hujan tak mampu menghalangi teguhnya dirimu. Jejak langkah kaki melangkah dengan tegap mencapai asa walau hanya terlihat secercah cahaya kunang-kunang di malam hari.


Dan jika waktu telah mengiringi setiap dzikir yang kau ucap di setiap langkah. Aku berharap kebaikan atasmu menjadi kecintaan kepada ke dua orang tua, Rosul dan Tuhan Mu, Allah. Semoga dipertemukan dengan indah sebagai istri sholehah. Semoga diselimuti ilmu yang berfaedah.

Saturday, January 10, 2015

Di Stasiun Akhir

Fajar telah tampak di peraduannya. Secercah cahaya menembus jendela kamar. Menghangatkan ruang yang dingin karena malam datang menyapa. Lelah kini hilang sudah. Berganti bait-bait kehidupan baru dengan nafas baru.

Teringat janji kepada putri, anggun dalam balutan kain yang tampak menyelimuti kepalanya. Suara manja ibarat lantunan merdu burung-burung kecil beterbangan di atas langit pagi, sejuk hingga menembus palung qolbu.

Dari masjid ke masjid seraya melepas kepenatan yang tertumpuk jengah di dalam pikir. Terkadang lelah dan letih dirasa bukan sebagai hambatan yang mampu menahan diri untuk tetap beribadah dalam karya memuji nama-Nya

Hingga tak terasa stasiun menjadi sebuah akhir. Menunggu malam dengan dingin yang ramai suara mobil serta kerumunan orang silih berganti melewati aku dan dirinya. Memandang keindahan alam ciptaan sang Kuasa. Bersyukur atas segala nikmat dan rizki yang barokah..

Friday, January 2, 2015

Maaf, Ku Buat Kau Menangis

Rona teduh wajah ayu. Semerbak harum bunga tak seharum budi pekertimu. Keabadian edelweis merasuk kepada sukma terdalam. Hancurkan semua gelisah dan duka lara. Buyarkan segala rasa, mengunci kenyamanan menjalani kehidupan. Suara-suara sumbang para hewan mendadak seperti nada-nada dalam sebuah symphony, melodi.

Pucat pasi wajah cantik. Layu bunga seperti langkah-langkah di atas tapakan taman musim gugur. Kerikil tajam berhamburan, menusuk jari-jari kaki. Udara tak lagi berhembus seperti angin sepoi di lintasan cakrawala pantai. Panas mentari menyengat dan mengoyak pori-pori kulitku.

Ku dengar kau terluka. Menangis di sudut malam yang entah aku sendiripun tak tahu. Aku dengar rintihan dari gelapnya sudut ruang. Namun setelah aku cari, hilang seperti bayangan sorot lampu temaram. Lilin kecil melenggak-lenggok tertiup angin malam mencari seorang dengan sebuah tangisan.

Aku rasakan kegundahan. Diantara keramaian orang. Telaga air mata telah tumpah. Mengering seluruh bunga-bunga taman sorga. Hati bergemuruh. Dada semakin menyesak. Darah terpompa semakin cepat. Dan aku semakin takut untuk melangkah kembali.

Teruntukmu. Maaf... Ku buat kau menangis.